Rasakan dan Kenali Emosimu, Beri Ia Waktu
Setelah aku hidup kurang lebih 20 tahun, aku menyadari ada sesuatu yang selalu ada dalam diriku tapi belum sepenuhnya mampu kukenali, emosi. Apa itu emosi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia emosi merupakan "luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat". Ketika kita mendapatkan atau melakukan hal yang kita sukai, akan muncul sebuah sensasi dan emosi, yang kita sebut dengan senang/bahagia. Lain halnya saat kita kehilangan sesuatu yang berharga, atau hari tidak berjalan seperti apa yang kita harapkan, muncul perasaan lain yang mungkin kesedihan? Kekecewaan?
Seringkali aku dihadapkan pada sebuah situasi dimana aku merasakan sesuatu, tapi aku tidak tau itu emosi apa. Atau, aku tiba-tiba merasa sedih, dan aku merasa tidak tau sebabnya apa. Ketika hal itu terjadi, terkadang aku frustasi. Kenapa perasaan ini muncul? Lalu aku menyalahkan diriku sendiri, seolah emosi itu buruk dan harus segera dilenyapkan. Aku memang tumbuh di lingkungan (atau mungkin ini memang budaya yang terbentuk?) yang tidak terbiasa memvalidasi emosi. Waktu kecil, kalau menangis disuruh segera berhenti, ketika bertengkar atau marah dianggap tidak baik harus segera minta maaf dan masih banyak lagi.
Kebiasaan menekan atau menyembunyikan emosi, perasaan yang sesungguhnya kita rasakan sedari dini tanpa disadari membuatku terbiasa melakukan hal itu, aku takut untuk menunjukkan emosiku secara jujur dan apa adanya. Dan mungkin saja, perasaan yang sering tiba-tiba datang tanpa sebab mungkin merupakan "sampah emosi" terdahulu yang tidak dikeluarkan sehingga ketika ada suatu pemicu ia muncul kembali dari alam bawah sadar. Dan hal ini... Tentu saja tidak berdampak baik terutama dalam hubungan yang kujalani dengan orang-orang sekitarku. Misalnya suatu ketika ada sesuatu yang dilakukan orang lain kemudian aku marah, mungkin saja orang tersebut segera minta maaf, akan tetapi sebenarnya aku masih merasakan amarah, tapi karena merasa kurang baik jika mengabaikan permintaan tersebut akhirnya aku mengiyakan. Suatu hari bisa saja perasaan yang belum "selesai" itu menjadi bom waktu, ketika ia melakukan hal lain lagi yang berbeda qku bisa sangat marah padahal ternyata itu akumulasi emosi sebelumnya. Dan marah yang seperti itu biasanya reaktif, kemudian bisa saja menyakiti orang lain dan hanya menyisakan penyesalan.
Selain dampak terhadap hubungan dengan orang lain, emosi yang dipendam terus menerus juga akan sangat berpengaruh terhadap cara kita mencintai diri sendiri, terhadap energi bahkan fisik. Ada penyakit-penyakit fisik yang bisa terjadi karena emosi atau kondisi psikologis kita, biasa dikenal psikosomatis. Secara energi juga, misal ketika kita tidak terbiasa jujur demgan diri sendiri maupun orang lain dapat berpengaruh pada chakra tenggorokan (throat chakra), yang jika tidak seimbang atau terhambat akan berdampak pada energi yang terkait dengan chakra tersebut.
Setelah menyadari betapa tidak nyamannya, serta mendapat pengetahuan-pengetahuan mengenai emosi, aku menyadari bahwa mungkin yang aku butuhkan adalah "jeda". Memberi waktu pada diriku untuk merasakan, menyelami, serta mengenali emosiku. Tidak terburu-buru menepis apalagi menguburnya dalam-dalam. Dan dari apa yang aku pelajari, emosi itu tidak harus dikendalikan karena itu adalah sesuatu yang alami sebagai fitrah manusia. Cukup amati, rasakan dan akui.. Akui bahwa kita merasakan perasaan tersebut dan tidak perlu merasa bersalah. Lalu setelah reda, kita dapat kembali, mungkin menemui orang lain yang bermasalah tadi dengan pikiran yang lebih jernih dan dapat memutuskan tindakan yang harapannya akan menghasilkan output yang lebih baik.
Tentu saja ini tidak mudah bagiku sendiri, karena pola yang sudah terbentuk sekian lama tidak mudah untuk diubah. Tapi, aku perlahan mulai berlatih, dan memberikan pemahaman terutama bagi orang-orang terdekatku bahwa aku membutuhkan waktu dan jeda untuk mengenali emosi diri. Contoh nyata😆 baru saja hari ini, ada sesuatu yang membuatku marah. Saat itu terjadi, rasanya aku ingin "membalas" atau balik membuat orang tersebut merasakan apa yang kurasakan, rasanya sangat tidak nyaman. Lalu aku mencoba untuk jujur, bahwa aku tidak suka dengan hal/perlakuan tersebut dan kemudian dia minta maaf. Biasanya aku kemudian mengatakan "iya gapapa" dan sebagainya meskipun perasaanku belum membaik, tapi kali ini aku memutuskan untuk bilang bahwa "aku belum bisa, nanti ya dicoba lagi, beri aku waktu" kurang lebih seperti itu. Dengan memberi waktu dan jeda pada diriku sendiri, serta jujur terhadap emosi yang kurasakan, rasanya diriku menjadi lebih dihargai dan diakui. Aku pun tidak melampiaskan emosiku pda orang lain. Mungkin aku belum berani untuk selalu jujur pada diriku atas emosi yang kurasakan dan belum tentu semua orang dapat menerimanya, tapi paling tidak aku berusaha untuk merangkul emosiku, demi kebaikan diriku sendiri dan orang di sekitarku❤️ aku berharap nantinya, kita semua dapat "menormalisasi" untuk jujur terhadap emosi diri dan memberi jeda waktu.
Sumber foto : google
*dalam menulis tulisan ini aku mungkin terinspirasi dari beberapa konten yang pernah kulihat atau dengar, yang aku rekomendasikan untuk lihat adalah Instagram Rabbitholeid dan episode podcast Elingyuk
Komentar
Posting Komentar